kisah salman al farisi dan abu darda
FollowerSejati, Kisah Salman Al-Farisi dalam Mencari Kebenaran. 15 abad yang lalu, ada seorang pemuda yang menceritakan kisah dirinya. Dikisahkan kepada Abdullah ibnu Abbas. Pemuda ini merupakan sahabat Nabi yaitu Salman Al-Farisi yang berasal dari Asbahan, Jayy. Pencarian panjang dalam menemukan kebenaran.
Salmanal-Farisi dianggap oleh Rasulullah sebagai salah seorang ahli bait 'keluarga', sekalipun Salman al-Farisi tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah. Salman itu seorang pemuda yang berasal dari Negeri Persia. Salman al-Farisi adalah salah seorang sahabat Rasulullah sangat rajin dan taat dalam beribadah.
Sebagaicontoh praktik dari ukhuwah imaniyah itu adalah kisah Salman Al Farisi dan Abu Darda' yang telah dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW. Suatu hari Salman mengunjungi rumah saudaranya Abu Darda'. Di sana Salman mendapati Ummu Darda' berwajah cemberut. Kemudian Salman bertanya kepadanya: "Ada apa wahai Ummu Darda'?" tanyanya.
Salmanal-Farisi mengawali hidupnya sebagai seorang bangsawan dari Persia. Baca juga: Cerita Islami Pengisi Waktu Ngabuburit: Janji Allah kepada Hamba-Nya yang Percaya kepada-Nya Baca juga: Cerita Islami Pengisi Waktu Ngabuburit: Allah Maha Pemaaf dan Maha Menutupi (Aib) Ia menjadi pahlawan karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang Khandaq.
gloria trio roh kudus kau hadir disini lyrics.
Home Hikmah Senin, 10 Agustus 2020 - 2011 WIBloading... Salman Al-Farisi RA dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang Khandaq. Foto Ilustrasi/Ist A A A Salman Al-Farisi سلمان الفارسي radhiyallahu 'anhu RA, seorang sahabat Nabi bekebangsaan Persia. Di kalangan sahabat lainnya beliau dipanggil dengan nama Abu Abdullah. Salman Al-Farisi juga dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang sahabat Nabi yang mulia, Salman Al-Farisi ternyata memiliki karomah yang merupakan anugerah dari Allah Ta'ala. Salah satu karamah Salman dikemukakan dalam Kitab Hujjatullah 'ala Al-Alamin dan juga dikemukakan oleh Syeikh Abdul Majid Al-Khan Al-Dimasyqi dalam Kitabnya Al-Hadaiq Al- Wardiyyah fi Ajla'i Al-Thariqah al-Naqsyabandiyyah. Baca Juga Suatu hari Salman RA keluar dari Madain bersama seorang tamu. Tiba-tiba ada sekawanan kijang berjalan di padang pasir dan burung-burung beterbangan di angkasa. Salman kemudian berkata, "Kemarilah wahai burung dan kijang, karena aku kedatangan seorang tamu yang sangat ingin aku muliakan. Maka datanglah seekor burung dan kijang kepadanya. Tamu itu berkata "Subhanallah" Maha Suci Allah.Lalu Salman berkata kepadanya, "Apakah engkau heran melihat seorang hamba yang taat kepada Allah, tetapi ia didurhakai oleh sesuatu?" Kisah lain diceritakan ketika Harits bin Amir melakukan perjalanan sampai di Madain. Ia bertemu seorang laki-laki berpakaian lusuh membawa kulit yang disamak berwarna merah yang digunakan dalam pertempuran. Laki-laki itu menoleh ke arah Harits, lalu berkata "Tetaplah di tempatmu, ya Abdullah!" Harits bertanya kepada orang di sampingnya, "Siapa orang ini?" Jawabnya, "Salman". Baca Juga Lalu Salman masuk ke dalam rumahnya, dan mengenakan baju putih. la menyambut Harits meraih tangannya, dan menyalaminya. Harits lalu berkata, "Ya Abu Abdullah Salman Al-Farisi , engkau belum pernah bertemu denganku sebelumnya, dan aku juga belum pernah bertemu denganmu. Engkau tidak mengenalku, begitu juga aku tidak mengenalmu". Salman menjawab "Ya, demi Zat yang menguasai jiwaku. Ruhku telah mengenal ruhmu ketika aku bertemu denganmu. Bukankah engkau Harits bin Amir?" Harits menjawab "Ya." Salman menegaskan, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda "Ruh-ruh itu laksana tentara yang berperang. Tentara yang dikenal adalah kawan dan yang tak dikenal adalah lawan". Diriwayatkan oleh Syeikh Abdul Majid dari Abu Na'imSelain itu, Qais menceritakan bahwa ketika Salman dan Abu Darda' RA sedang makan dalam piring besar tiba-tiba makanan di atas piring itu bertasbih mengucap "Subhanallah" Maha Suci Allah. Demikian kisah karomah sahabat Salman Al-Farisi RA . Inilah keistimewaan para sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Semoga Allah meridhai mereka. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs karamah kisah salman alfarisi sahabat nabi kisah sahabat nabi salman alfarisi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 21 menit yang lalu 53 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID qLBVup6qx1OLGBZrc_Eb_SO_-ZFUms1tlmiKAskVg6oiX8PDN0JiuQ==
ilustrasi suami istri harmonis © annamis photography ilustrasi suami istri harmonis © annamis photography Sengaja, kata mengharmoniskan’ di sini memakai tanda petik. Sebab, maksudnya bukan berarti rumah tangga sahabat tidak harmonis atau ada percekcokan/perselisihan. Melainkan, kehidupan asmara di rumah tangga sahabat tersebut kurang bergairah.’ Kisah ini bermula saat Salman Al Farisi berkunjung ke rumah Abu Darda’. Seperti diketahui, Salman Al Farisi dan Abu Darda’ dipersaudarakan oleh Rasulullah pada awal hijrah. Telah beberapa lama Salman tidak mengunjungi saudaranya itu. Dan kali ini, saat ia berada di rumahnya, ia melihat Ummu Darda’ mengenakan pakaian yang lusuh. Penampilannya tidak sedap dipandang. “Mengapa engkau tidak berhias?” tanya Salman yang merasa aneh dengan dengan penampilan istri Abu Darda’ itu. “Saudaramu, Abu Darda’, sudah tidak butuh pada dunia,” jawab Ummu Darda’. Jawaban itu singkat, namun bagi seorang yang cerdas sekelas Salman yang terkenal dengan ide strategi Khandaq sewaktu Madinah diserang pasukan Ahzab, kalimat itu cukup bisa dimengerti. Bahwa Abu Darda’ sangat serius beribadah. Bahwa Abu Darda’ menghabiskan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hingga ia tak lagi mengurus penampilannya. Dan ia juga kurang memberikan perhatian dan memenuhi hak batin istrinya. Beberapa saat kemudian, datang Abu Darda’. Dua sahabat yang luar biasa ini pun berjumpa. Sebagai bentuk penghormatan kepada tamu sebagaimana sabda Nabi “man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyukrim dhaifahu” barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tamunya, keluarga Abu Darda’ pun menghidangkan makanan untuk Salman. “Makanlah wahai Salman. Maaf, aku sedang puasa,” kata Abu Darda’. “Aku tidak akan makan jika engkau tidak makan,” jawab Salman, tegas. Abu Darda’ pun luluh. Ia membatalkan puasa sunnahnya. Mereka pun makan berdua. Malamnya, Salman menginap di rumah Abu Darda. Ketika dilihatnya Abu Darda bangun hendak shalat malam, Salman menyuruhnya tidur lagi. “Tidurlah dulu,” kata Salman. Saat malam mendekati akhir, barulah Salman memberitahukan Abu Darda’ untuk shalat malam. Sebelum pulang, Salman berpesan kepada Abu Darda’ “Sesungguhnya, bagi Rab-mu ada hak, dan atas badanmu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka, tunaikanlah hak masing-masing.” Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah, beliau bersabda, “Salman benar.” Demikianlah teladan mulia dari generasi paling mulia, generasi sahabat radhiyallahu anhum. Mereka saling mengingatkan, agar hidup istiqamah di bawah naungan Al Qur’an dan Sunnah. Sekaligus hidup seimbang sesuai pedoman keduanya. Jika dengan alasan ibadah saja kita tidak boleh melupakan hak-hak istri, bagaimana dengan orang-orang yang melupakan hak-hak istrinya karena alasan kerja dan mengejar karir? Padahal ekonominya sudah mapan dan pekerjaan itu sejatinya bisa didelegasikan. Bagaimana pula orang-orang yang sering tak bisa bertemu anaknya karena gila kerja’ dan mengejar jabatan? Saat ia pulang anak-anaknya telah tidur dan saat ia berangkat anak-anaknya belum bangun. Tidak sedikit keluarga yang mengalami masalah, sebenarnya bukan karena persoalan ekonomi. Melainkan karena kurangnya kebersamaan. Kurangnya waktu bertemu dan bermesraan. Kurangnya pehatian. Akhirnya sering terjadi miskomunikasi, sering terjadi kesalahpahaman. Hal kecil menjadi masalah besar. [Tim Redaksi
kisah salman al farisi dan abu darda